Adventure travelling,  Travelling

Jalan-jalan ke Curug Nangka, Bogor

Rencana Jalan-jalan

Perjalanan kita ke Curug Nangka di Bogor dimulai saat kita diskusi di grup WhatsApp VOSAL. Tengah malam, tiba-tiba perasaanku pengen nge-chat Okky di Instagram. Rasanya kayak kita bakal ketemu lagi. Jadi aku iseng nanya kabar Okky setelah lama nggak ngobrol. Lalu aku minta nomor WhatsApp-nya.

Semua ini dimulai pas Lisa ngomongin tempat yang menarik di Bogor di grup chat WA, dan Sabrina ngasih tahu tempat-tempat yang worth it buat dikunjungi. Nggak cuma itu, Sabrina juga spill tempat liburan yang nggak sesuai harapan di Bogor. Tapi rasanya ada yang kurang, ternyata belum ada Okky di grup. Sebenarnya aku udah simpan nomornya, tapi aku nggak pernah lihat statusnya lagi akhir-akhir ini. Kayaknya dia ganti nomor.

Akhirnya aku dapet nomor barunya Okky. Ternyata dia emang ganti nomor. Aku invite dia ke grup chat buat diskusi soal jalan-jalan. Sabrina ngusulin kita buat pergi ke Curug Nangka di Bogor. Kita debat sedikit soal waktu kumpul, tapi akhirnya kita sepakat buat pergi di libur Hari Buruh.

Akhirnya, geng SMP-ku reuni lagi di tahun 2024 setelah empat tahun sejak perjalanan terakhir kita ke Dufan. Kali ini, kita bakal ke Curug Nangka.

Sedikit Tentang Curug Nangka

Curug artinya air terjun dalam bahasa Sunda. Buat orang Jakarta kayak kita, kita lebih suka liburan yang full nature. Gedung-gedung dan lampu kota itu pemandangan yang sering kita lihat setiap hari. Jadi kita butuh yang hijau-hijau, sungai, bukit, dan angin sepoi-sepoi. Curug Nangka berlokasi 14 kilometer dari Stasiun Kereta Bogor.

Sebenarnya aku nggak terlalu familiar dengan nama itu. Ada rumor yang bilang kalau di Curug Nangka itu banyak monyetnya yang bikin pengunjung nggak nyaman. Tapi meskipun begitu, aku tetap penasaran sama Curug Nangka di Bogor ini.

Perjalanan menuju Curug Nangka

Kita pergi ke Curug Nangka di Bogor tanggal 1 Mei. Buat ke Curug Nangka, kita harus naik kereta selama 1 jam 30 menit. Dimulai dari Stasiun Jakarta Kota menuju Stasiun Bogor. Tapi kenyataannya, aku harus transit dua kali. Sebenarnya kita rencana sampai di Stasiun Jakarta Kota jam 8 pagi, tapi aku ketinggalan stasiun transit yang bikin terlambat 20 menit. Rencana nggak berjalan sesuai harapan karena kesalahanku.

Kita ketemu Sabrina dan adiknya di Stasiun Bogor jam 10 pagi. Setelah kita tap out kartu dari stasiun, kita mau naik angkot. Aku refleks nyiapin kartu JakLingko-ku, tetapi aku bengong seketika. Aku mikir “Perasaan angkot di Bogor belum pake sistem tap kartu deh.” Akhirnya aku tanya ke Sabrina, “Ini angkot pake mesin tap in nggak sih?”

Sabrina ketawa, “Yaelah, JakLingko kali, Pen. Ini Bogor, masih pake cash bayarnya”

Pertanyaan bodoh.

Lalu kita keluar dari stasiun. Kita berhenti di ujung rute angkot, jadi kita harus transit lagi naik ojek buat ke Curug Nangka. Tapi kita terjebak hujan deras. Jadi kita harus nunggu sambil makan siang di warung. Kita nunggu sekitar satu jam.

Aku makan soto ayam dan nasi. Okky makan telur dadar bareng anaknya. Lisa juga makan telur dadar. Sementara Sabrina dan adiknya makan nasi goreng. Dia juga bawa buah buat kita sharing. Di daerah yang dingin ini, makan makanan berkuah itu nikmat banget. Setelah itu, kita lanjut perjalanan ke tujuan utama: Curug Nangka.

Naik Ojek ke Gerbang Masuk Curug Nangka

Kita naik ojek lokal Bogor ke Curug Nangka. Untung ongkosnya murah, cuma Rp 10.000 per orang buat sejauh dua kilometer. Jangan berharap ada Gojek atau Grab dengan gampang, karena agak susah. Jadi sebelum pergi, kita udah siap dengan segala risikonya, termasuk armada.

Kita berhenti di gerbang Taman Nasional Halimun Salak buat bayar tiket masuk. Biayanya Rp 22.000 per orang. Lalu, kita jalan lagi sekitar 200 meter buat ke area Curug Nangka. Setelah itu, kita bayar ojeknya. Salah satu tukang ojek nawarin diri buat jadi pemandu sampai kita nyampe ke air terjun. Pas kita tanya berapa bayarannya, dia bilang terserah kita mau bayar berapa. Kita diskusi dan sepakat buat bayar Rp 25.000

Pintu masuk Kawasan Curug Nangka
Pintu masuk Kawasan Curug Nangka

Masuk ke Area Curug Nangka

Kita mulai masuk ke area Curug Nangka lewat area toko oleh-oleh. Lalu kita nyebrang jembatan gantung kecil buat foto-foto. “Sekarang kita punya jagoan kecil,” kata Sabrina. Yang dia maksud jagoan kecil itu anak-anak. Okky bawa anaknya, Sabrina bawa adiknya.

Waktu cepat banget berlalu. Rasanya baru kemarin kita masuk SMP dan foto bareng di podium sekolah pake seragam. Sekarang, kita foto bareng sama anak kecil.

Foto di jembatan gantung kecil Curug Nangka

Habis itu, kita lanjut jalan ke air terjun. Kita melewati padang rumput yang ada monyetnya. Sebenarnya kita takut, tapi kita harus tetapn jalan supaya monyet itu nggak mikir kita takut sama mereka. Aku gemetar waktu jalan. Nggak lama ada seorang pria yang nembak monyet-monyet itu pakai ketapel.

Kemudian kita melewati jembatan beton yang sempit. Lalu kita mulai masuk ke aliran sungai kecil buat menuju air terjun, di antara tebing sungai setinggi sepuluh meter. Kedalaman minimum aliran sungai itu cuma sebetis, sekitar 15 sentimeter. Sementara kedalaman maksimum sampai selutut atau sekitar 40 sentimeter. Arusnya nggak terlalu kuat. Airnya jernih dan dingin.

Kita harus jalan melalui sungai itu selama sepuluh menit buat sampai ke air terjun. Di perjalanan menuju air terjun, kita harus hati-hati dengan batu yang kita injak. Kita diingatkan buat nggak injak batu yang berlumut karena licin.

aliran air curug nangka
Aliran air Curug Nangka

Sesampainya di curug/air terjunnya

Setelah sepuluh menit, kita sampai di air terjun. Tinggi air terjunnya sekitar 25 meter. Pengunjungnya pun belum banyak.

Sesampainya di air terjun, kita takjub dan mata kita nggak berhenti melihat pemandangan indah di depan kita. Kita bersorak, “Akhirnya!” dan mengambil napas dalam-dalam di tempat yang memukau ini. Sebelum lanjut ke kolam air terjun, kita berhenti sebentar buat menaruh tas. Ada yang ganti baju, ada yang menikmati pemandangan sambil duduk di batu besar dan foto-foto.

anaknya okky di curug nangka
Curug Nangka

Ada bapak-bapak yang bikin risih karena dia terus mengikuti kita. Dia kerap menawarkan diri buat ambil foto, padahal dia nggak bawa kamera. Kita cuek aja dan dia pun pergi.

Teman-temanku berendam di kolam air terjun Mereka menikmati cipratan air yang jatuh ke tubuh mereka. Sementara aku menghindari berendam di kolam karena nggak tahan dingin dan takut alergi udara dingin-ku kambuh. Okky dan anaknya kelihatan menikmati sambil main air. Lisa dan Sabrina berendam di kolam air terjun. Adik Sabrina – Refan – nggak berhenti berenang di kolam air terjun, dia senang banget. Sementara aku seperti biasa, ambil foto dan video.

vosal di depan curug nangka
VOSAL di depan Curug Nangka

Refan gemetar dan menggigil kedinginan habis berenang. Kadang habis bengong setelah berenang, dia berenang lagi. Dia yang paling antusias di antara kita. Bahkan saat menggigil pun, dia masih semangat dan bilang ke Sabrina buat cari pemandian air panas. Sabrina nggak percaya, begitu juga kita.

Kejadian Lucu

Setelah main air, kita makan siang di tebing sungai. Teman-temanku makan bekal yang mereka bawa dari rumah, aku cuma makan risol satu sama roti. Setelah itu, aku foto-foto dan videoin mereka. Mereka kelihatan senang banget.

makan siang di curug nangka
Makang siang di tebing pinggir sungai

Kita selesai makan siang. Aku merenung di depan air terjun. Tiba-tiba Lisa teriak di belakangku, “Mampus lo, Sab!” Lalu, aku tengok ke belakang, tiba-tiba ada monyet nyolong satu plastik risol punya Sabrina. Monyet itu nyolong depan Lisa yang masih makan pula. Lalu, monyet itu loncat ke atas. Lisa cuma bisa bengong di sana. Kita semua diam dengan perasaan campur aduk: malu, lucu, dan tegang. Kita ketawa-tawa soal monyet itu. Lalu kita cuekin aja tragedi itu.

Semakin siang, semakin banyak pengunjung yang datang. Lisa pun masih makan. Delapan menit kemudian, monyet itu datang lagi dari atas tebing dan nyolong buah-buahan yang Sabrina bawa. Lisa cuma bisa nonton monyet itu nyolong makanan lagi. Aku geleng-geleng kepala, “Nggak bagus, nih. Kita harus cabut dari sini.”

Mengakhiri Liburan

Kita menyusuri sungai lagi. Semakin sore, suhu udara dan air semakin dingin. Kita menikmati perjalanan lagi tanpa dibantu orang lain, sehingga terasa lebih dekat satu sama lain. Kita saling gandengan tangan buat bantu. Kadang kita gantian gendong anaknya Okky.

sungai di curug nangka
Pulang melewati sungai kecil lagi

Setelah nyebrang sungai kecil, ada tangga menuju air terjun lain. Refan dengan semangatnya nunjuk ke tangga itu dan bilang ke Sabrina, “Ayo kita naik ke sana kak!”

Sabrina nolak, “Nggak, udah sore. Nggak liat apa kita bawa balita juga?”, Refan cuma cemberut. “Nanti kita ke sini lagi kalo Baby Zian (anaknya Okky) udah gede, ya.”

Sebelum kita ngelewatin jembatan beton, monyet nyolong makanan kita lagi. Kali ini, monyet itu nyolong plastik roti yang Lisa bawa. Kita jalan terus, tapi lebih cepat. Dia lupa masukin rotinya ke tas biar monyetnya nggak nyolong lagi. Kalo ditotalin, kita udah tiga kali kita diganggu monyet.

Setelah melewati padang rumput, ada sekelompok pengunjung yang didekati monyet juga. Ada cewek yang teriak ketakutan. Suaranya terdengar dari jauh dan kita ketawa. Pengunjung itu berhasil kabur dari monyet. Tapi monyetnya nggak pergi. Jadi, kita harus berhenti sebentar buat nunggu dia pergi. Setelah monyet pergi, kita nyampe ke jembatan dan lanjut ke pintu keluar.

Kita jalan sekitar dua puluh meter. Sabrina punya ide buat rekam kita lari-lari. Jadi dia pinjam HP-ku buat rekam video kita lari menjauh dari kamera, seolah-olah lari memulai perjalanan.

Matahari terbenam, langit makin gelap, suhu makin dingin, dan perjalanan pun selesai. Cerita ini cuma koma, bukan titik akhir. Kita nunggu perjalanan berikutnya buat bikin cerita dan momen yang nggak terlupakan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *