nyasar di curug cilember
Adventure travelling

Part 3: Liburan ke Curug Cilember – Niatnya Pulang, Malah Nyasar

Nyasar sehabis bermain di Curug Cilember ini merupakan cerita unik yang kami alami. Bahkan, kami nggak kepikiran akan mengalami hal-hal di luar nalar seperti ini.

Tapi, kalau nggak ada cerita aneh seperti ini, rasanya kurang kalau cerita liburannya hanya lempeng-lempeng saja.

So, this was how it start

Memutuskan Untuk Jalan ke Luar Beberapa Meter

Setelah puas bermain di Curug Cilember, kami berfoto-foto depan plang Curug Cilember. Beberapa ojek pangkalan menghampiri kami buat naik motor mereka. Tapi kami memutuskan buat jalan dulu beberapa meter.

berfoto di depan plang curug cilember sebelum nyasar
Berfoto di dekat loket masuk

Aku membereskan tripod-ku. Lalu, kami bertiga langsung jalan ke luar menuju sebuah jalan satu-satunya yang hanya kami lihat.

Hari makin gelap, kami pun khawatir pulang kemalaman. Kami hanya melihat satu jalan tersebut. Jadi, kami berjalan agak cepat dan langsung berjalan menuju jalan itu tanpa ragu sedikit pun.

Rasanya Ada yang Aneh

Selama berjalan, kami keasyikan mengobrol. Berhubung jalanannya menanjak, kami berjalan dengan santai sambil menikmati pemandangan matahari terbenam. Nggak mungkin kan jalan nanjak begini kita buru-buru? Bisa-bisa cepet capek. Aku sendiri pun keasyikan foto-foto karena lihat pemandangan yang bagus dari atas.

Selama berjalan dan ngobrol, Sabrina diam sebentar, lalu bertanya “Guys, ini beneran jalan yang tadi bukan, sih?” tanya Sabrina di sela-sela obrolan.

“Bener, Sab. Lewat sini,” jawab Lisa meyakinkan Sabrina.

Setelah itu, kami lanjut mengobrol lagi. Nggak sekali doang Sabrina nanya ke kita, dia menanyakan hal yang sama berulang kali, begitu pun jawaban Lisa yang juga sama.

Aku yang terlalu fokus mendokumentasikan pemandangan cuek-cuek saja. Karena aku pikir, yang aku lihat nggak ada jalan lain selain jalan ini. Jadi, ya, memang harusnya jalan ini yang ditempuh.

Anehnya, selama kami berjalan, kami nggak lihat ada lalu lalang warga, suara warga atau pemukiman, atau kendaraan yang lewat. Yang kami lihat cuma jalan yang sepi, hutan, villa besar yang jaraknya berjauhan, dan jurang.

Di tengah perjalanan, akhirnya Sabrina berhenti sejenak dan menoleh ke belakang, “Eh, kita beneran lewat sini?” tanya Sabrina sambil menyipitkan matanya, “Kok gue kayak (merasa) asing, ya?”

Akhirnya, aku juga merasa ada yang janggal, “Coba kita liat video gue yang tadi,” jawabku. Aku sendiri pun nggak tahu ini jalan yang benar atau bukan.

Ternyata Benar, Kita Nyasar

Aku berhenti merekam, lalu membuka galeri, mencari video perjalanan saat kami naik ojek ke Curug Cilember. Tapi bukannya berhenti dulu, kami malah tetap jalan. Aku jadi kesulitan mencari videonya, saking banyaknya video yang aku rekam. Jadi, butuh waktu lama buat cari video itu.

Sampai nggak lama kemudian, akhirnya kami menjumpai jalan buntu, yang diteruskan dengan jalan setapak tanpa aspal yang mengarah ke kebun dan jurang. Akhirnya, kami sadar kami salah jalan. Kami pun terkejut, lalu balik arah dengan buru-buru, karena langit makin gelap.

Selama berjalan balik arah, kami sebenarnya kesal karena niatnya jalan untuk pulang, kami malah naik ke atas puncak lagi. Tetapi, kami malah tertawa.

Seharusnya, saat kami menikmati pemandangan dari atas saja sudah menandakan jelas kalau kami makin ke atas. Tapi, selama ini, cuma Sabrina yang sadar. Aku dan Lisa denial dan tetap jalan, yang bikin perjalanan makin jauh dan lama.

Turun Lagi dan Bertanya ke Warga

Setelah menuruni jalan tersebut, kami menghampiri seorang amang yang sedang duduk di pos “Aa, punten, mau nanya, kalau jalan yang mau ke arah pertigaan Hankam lewat mana, ya?” tanya Sabrina.

Amang tersebut malah ketawa “Nyasar, ya?” tanya dia.

Kami langsung lihat-lihatan sambil malu, menertawakan nasib sebagai gerombolan cewek yang nyasar sehabis bermain di Curug Cilember.

Amangnya melanjutkan lagi “Tadi saya juga udah liat sih pas pada jalan ke atas. Cuma saya kira pada mau ke villa, soalnya ada villa yang lagi ngadain acara gitu, makanya pada nggak saya tanya. Atuh kalo sampe ke atas mah itu teh mau ke gunung” kata amangnya.

Kami bertiga langsung speechless.

“Kalau mau ke pertigaan Hankam, itu jalannya” amangnya menunjuk ke persimpangan jalan.

Ternyata, ada persimpangan jalan yang menuju ke bawah! Jalan se-bercabang dan sejelas itu, kami bertiga sama sekali nggak ada yang lihat! Padahal, posisi jalan tersebut persis di depan gerbang Curug Cilember yang kami lalui. Bahkan sebelum sampai di Curug Cilember, kami naik ojek melalui jalan tersebut! Lho, kok bisa!?

Logikanya, dengan posisi persimpangan yang tepat di depan gerbang itu, harusnya kami berhenti dulu dan diskusi, “Ini jalan pulang yang bener yang mana, ya?” Karena kami bertiga nggak ada yang lihat jalan itu, maka kami langsung trabas tanpa ba-bi-bu menuju jalan yang ternyata malah ke puncak.

Teringat Pesan Bapak Ojek Tadi

Setelah kami jalan sedikit ke persimpangan tersebut, kami sempat diam dan saling lihat-lihatan.

“Ngomonginnya jangan deket sini dulu, deh. Kita jalan agak jauh dulu,” kata Sabrina sambil menoleh ke arah gerbang Curug Cilember, lalu fokus jalan ke depan dengan tergesa-gesa.

Kami bergegas jalan menjauhi gerbang sekitar dua ratus meter. Selama berjalan, kami hanya terdiam tanpa membicarakan apa-apa, bahkan nggak berani untuk membahas kejadian nyasar tadi.

Jalan buru-buru karena ketakutan

Setelah dirasa sudah cukup jauh dari lokasi, aku beranikan bilang, “Inget, nggak? Tadi gue cerita ke kalian pas bapak ojek yang boncengin gue tadi, pesan sama gue ‘kalo nanti pas di curug, katanya jangan berisik'”

“Duh, mana tadi gue ngomong kasar kan,” kata Lisa menyesal.

“Iya, lagi. Gue juga,” timpal Sabrina.

Begitu pun aku, yang di atas Curug 5 malah tertawa lepas sambil nyanyi-nyanyi karena kompor camping yang nggak nyala-nyala. Bisa jadi penyebabnya, salah satunya aku juga yang berisik karena tertawa lepas.

Yap, kami bertiga akhirnya mengakui salah. Seketika kami langsung merinding, bulu kuduk kami berdiri, sambil berjalan.

“Aduh, kita semua minta maaf, ya. Kalau misalkan bercandaan, perkataan, sama aktivitas kita ada sedikit mengganggu yang ada di sini. Maaf banget”, kata Sabrina sambil menangkupkan tangan.

Aku dan Lisa akhirnya minta maaf, sambil mengakui kesalahan masing-masing dan menangkupkan tangan.

Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan di jalan yang benar: jalan menurun menuju pertigaan Hankam, walaupun kaki kami sakit karena lecet dan pegal.

Yang Aku Lihat Waktu Itu

Seharusnya (dan memang faktanya) di depan gerbang Curug Cilember itu ada persimpangan dua jalan yang dipisahkan barisan rumah. Tapi yang aku lihat, barisan rumah itu menyambung ke barisan rumah di seberangnya, menyambung ke kedai bakso, sehingga aku tidak melihat ada jalan lagi. Begitu pun apa yang dilihat Sabrina dan Lisa.

Tapi sebenarnya, feeling aku berkata: harusnya ada persimpangan di jalan itu, entah kenapa, padahal aku nggak melihatnya. Hanya feeling-ku saja yang meyakinkan kalau harusnya ada persimpangan jalan, tetapi faktanya aku nggak melihat ada persimpangan jalan. Aku pikir, dengan berjalan menuju jalan yang ke puncak itu, mungkin nanti kita bakal ketemu persimpangan jalan. So, aku lanjut jalan saja.

Jadi, kami menganggap kalau waktu itu hanya ada satu jalan untuk keluar menuju pertigaan Hankam, padahal itu jalan menuju puncak.

Apakah Itu Jadi Penyebab Kami Nyasar Sehabis dari Curug Cilember?

Cerita nyasar setelah bermain di Curug Cilember kali ini benar-benar absurd. Kalau di bilang takhayul, tapi yang mengalami semuanya. Setelah aku baca beberapa sumber dari internet, ternyata Curug Cilember ini salah satu curug paling angker di Jawa Barat.

Jadi, apakah benar-benar itu alasannya kami bisa nyasar sehabis dari Curug Cilember? Entahlah, kami pun nggak tahu jawabannya. Mungkin percaya – nggak percaya, hal itu benar-benar terjadi pada kami.

Kalau dibilang halusinasi, mungkin kalau yang mengalami hanya satu orang, boleh dibilang begitu. Tapi kalau semuanya mengalami, hayoo, mau dibilang apa?

Kesimpulan Perjalanan Secara Keseluruhan

Menurutku, cerita liburan ke Curug Cilember kali ini benar-benar mencengangkan daripada perjalanan yang lalu-lalu: seru, dan sedikit menegangkan. Apa lagi di tambah cerita nyasar sehabis bermain di Curug Cilember.

jalan pulang
menuju pertigaan Hankam

Emosi yang kami rasakan waktu itu campur aduk sekali: lelah, kesal, kaget, takut, dan lucu. Tapi, kita bawa happy dan ketawa saja agar perjalanan tidak terasa makin melelahkan. Entah kenapa, cerita bepergian itu rasanya kurang asyik kalau nggak ada bumbu-bumbu cerita yang melenceng dari batas normal cerita keseharian biasanya.

Yuk, Baca juga:

Sumber:

https://jabarekspres.com/berita/2024/09/05/10-curug-paling-angker-di-jawa-barat-yang-kental-aura-kerajaan-jin/3

https://mantrasukabumi.pikiran-rakyat.com/lokal-sukabumi/pr-207074890/fakta-mistis-curug-cilember-bogor-dari-cerita-pemandian-prabu-siliwangi-hingga-dua-ikan-purbanya-simak-disini?page=all

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *