
Selamat Bulan September
Selamat memasuki bulan September. By the way, ini adalah bulan lahirku.
Setelah lulus kuliah di tahun 2021, aku ngerasa nggak ada yang spesial-spesial amat di hari ulang tahun. Makin dewasa, ulang tahun hanya momen untuk sadar diri kalau kita makin tua, yang makin mengemban beban berat.
Setelah kelulusan itu, nggak ada lagi ketawa-ketiwi sama temen kuliah sambil nahan stress bikin maket menjelang penilaian perancangan. Dulu, aku ketawa bareng mereka. Makin kesini, kita menghadapi realitanya tersendiri sambil ketawa di meja kerja masing-masing.
Sekarang, we called it as ketawa karir.
…
Terlebih, sekarang kita menghadapi gejolak sosial dan politik yang challenging, kayak buku-buku sejarah yang pernah kubaca. Ternyata, dewasa ini, menghadapi kehidupan yang semakin berat itu nyata di depan mata dan intens rasanya. Aku nggak nyangka, bulan September ini memasuki bulan yang penuh hiruk-pikuk itu.
Ah, jadi dewasa ternyata begini. Lelah sekali jadi dewasa.
…
Dulu, ada masa di mana aku benci bulan lahirku sendiri, karena aku merasa nggak cukup jadi diri sendiri. Banyak sekali tuntutan yang aku dapat sebagai anak bungsu. I had never loved myself.
Terlebih, banyak hari apes yang terjadi di bulan September. Kayak pas SMA, aku pernah disalahin adik kelas mengenai latihan gabungan di kantor walikota. Lalu, aku hampir memutuskan buat berhenti kuliah karena udah nggak kuat di bulan September.
Maka dari itu, lagu Greenday berjudul Wake Me Up When September Ends jadi ‘annual’ playlist laguku di bulan September. Cuma lagu itu yang diputar secara tahunan di hidupku.
Sekarang, aku baru tahu ternyata ada lagu lain yang merayakan September dengan menyenangkan. Seperti September dari Earth, Wind, and Fire dan September Ceria dari Vina Panduwinata.
Tapi, lagu dari Earth, Wind, and Fire jadi lagu yang cocok buat aku.
…
Dua tahun yang lalu, aku berharap ultahku nggak dirayakan lagi. Buat apa, toh? Perayaan itu cuma beberapa menit, sisanya makan atau ngobrol sejam, lalu balik lagi ke realita. Mungkin seperti intermezzo hari-hari kerja kita.
Sebenarnya jujur, ada masa di mana aku nggak menikmati perayaan ultah dengan kue, lilin, dan tulisan selamat di atas kue. Dekorasi kue dengan ucapan ‘Happy Birthday’, lalu nama dan umur hanya sebagai pengingat kalau kita makin tua.
It’s more like a gravestone to remind us about age, that leads us closer to death.
Tapi, kalo ada yang pingin ngerayain sih juga gapapa ya. Aku juga nggak mau saklek banget. Sekarang, anggaplah ultah itu perayaan have fun untuk kita, yang ingin rehat sejenak setelah lelahnya hari kerja.
Sekarang, rayakanlah ulang tahun masing-masing, dengan refleksinya tersendiri. Rayakanlah perjuangan kita di tengah semrawutnya hidup ini.
…
Selamat ulang tahun, bagi yang ultah di bulan September.
Terima kasih Veni, sudah bertahan sampai sejauh ini. Terima kasih buat temen-temen yang saling menemani satu sama lain. Kuat-kuat ya, buat kita semua.
Well, let’s dance together, folks. Play ‘September’ by Earth, Wind, and Fire. Rock the dance floor!
Again, selamat bulan September.

