curug 5 cilember
Adventure travelling

Part 1: Liburan ke Curug Cilember – Mendaki ke Curug 5

Setelah trip VOSAL ke Curug Nangka setahun yang lalu, kita berencana eksplor ke Curug yang lain. Kali ini, kita ke Curug Cilember, tepatnya ke Curug 5 Cilember dan Curug 7.

Sebenarnya, aku dan keluargaku udah pernah ke sana di tahun 2016. Habis cerita ke Sabrina, aku baru tahu kalo Curug Cilember itu punya beberapa titik curug (air terjun). Tapi aku dan keluargaku cuma ke Curug 7 aja. Dikarenakan hujan deras, kami langsung pulang ke villa dan nggak sempat eksplor ke tempat yang lain.

Sedikit Tentang Curug Cilember

Curug Cilember adalah tempat wisata air terjun yang berada di Cisarua, Bogor. Tempat wisata ini terkenal karena punya tujuh air terjun dalam satu lokasi, di mulai dari Curug 1 sampai Curug 5. Setiap air terjun memiliki ketinggian dan keunikan landscape yang berbeda.

Curug terdekat dengan pintu masuk adalah Curug 7. Semakin kecil angkanya, maka lokasi air terjunnya semakin jauh. Pengunjung hanya boleh trekking sampai ke Curug 2, karena akses ke Curug 1 lebih ekstrim.

Nah, untuk liburan kali ini, kami ke Curug 5 dan Curug 7. Jadi, artikel ini khusus membahas perjalanan kita mendaki ke Curug 5 Cilember.

Beli Perlengkapan di Decathlon

Sebelum ke Curug Cilember, aku udah berencana buat cari perlengkapan dari dua minggu yang lalu. Tapi, cuaca lagi nggak mendukung buat pergi ke luar: hujan deras setiap hari, alhasil banjir di mana-mana. Maklum menjelang Imlek. Jadi, persiapan perjalananku mepet karena kendala cuaca.

Biasanya, aku pergi ke Decathlon MOI di Kelapa Gading, buat cari perlengkapan olahraga atau perjalanan alam. Tapi, aku lihat di berita kalau jalan Boulevard Kelapa Gading sedang banjir, di mana jalan itu tepat di depan MOI. Akhirnya, aku pergi ke Decathlon Pondok Indah.

Sesampainya di sana, aku berencana untuk beli jaket dan topi anti air. Aku pikir lagi, sepertinya aku perlu beli topi aja. Pertimbanganku karena: Pertama, aku udah punya banyak jaket. Kedua, aku pun nggak bakal sering main ke alam. Ketiga, aku perlu topi untuk menghindari air hujan mengenai kacamataku.

Akhirnya, aku beli topi hiking yang anti UV, dengan bahan yang cepat kering ketika basah, seharga Rp 234.000.

topi hiking
Lagi coba-coba topi hiking di Decathlon

Persiapan Empat Jam Sebelum Perjalanan

Aku sampai di rumah jam delapan malam. Karena kecapekan, bukannya langsung prepare, aku malah tidur. Perjalanan bolak-balik Cempaka Putih – Pondok Indah memakan waktu tiga jam dengan Transjakarta, jadi total perjalanan adalah enam jam. Perjalanan selama itu cuma bikin capek di jalan.

Aku kebangun jam dua belas malam, itu pun karena ibuku nelpon aku. Bayangin, kalo ibuku nggak nelpon, mungkin aku bakal kebablasan tidur dan nggak prepare. Aku juga kaget karena Sabrina nge-WA aku dari jam sepuluh malam, buat memastikan kita jadi pergi atau enggak.

Dengan buru-buru, aku prepare barang-barang yang diperlukan: baju ganti, alat mandi, obat-obatan, payung, skincare, makanan instan, minuman, alat makan, dan snack. Aku pun belum sempat beli snack dan Tolak Angin ke supermarket. Untung di sebelah rumahku ada warung madura yang buka 24 jam. Akhirnya, aku beli di situ. Warung madura emang penyelamat.

bekal isi snack untuk masak dan cemilan
bekal isi snack dan mi instan

Menuju Stasiun Bogor

Seperti biasa, kita ngumpul di Stasiun Bogor. Aku cuma tidur sejam sebelum berangkat, lalu bangun jam lima pagi. Di jam enam, aku order Gojek ke Stasiun Juanda, lalu naik kereta jurusan Bogor.

Selama perjalanan di kereta, aku cari tempat duduk yang dekat sekat, biar aku bisa nyender dan tidur. Untungnya, aku dapat dan bisa sempatkan tidur selama satu jam tiga puluh menit. Jadi, aku nggak ngantuk lagi.

Sesampainya di Stasiun Bogor, aku duduk di charging corner untuk mengecas hape, sambil nunggu Sabrina dan Lisa. Empat puluh menit kemudian, Sabrina datang. Lalu, kita ngobrol lumayan lama sambil menunggu baterai hapeku penuh.

Kebetulan kita pengen sarapan. Jadi, kita ke luar stasiun. Akhirnya kita sarapan soto mie bogor, sambil nungguin Lisa.

makan soto mie bogor
Sarapan soto mie bogor, di depan Stasiun Bogor

Miskomunikasi Dikala Menuju Lokasi

Setelah Lisa datang, kita langsung naik angkot menuju Terminal Sukasari untuk transit seharga Rp 7.000. Setelah itu, kita naik angkot menuju Cisarua seharga Rp 15.000. Lalu, kita berhenti di pertigaan Jl. Hankam. Sesampainya di sana, kita ke Alfamart dulu buat beli cemilan dan perlengkapan yang nggak kita bawa.

Setelah itu, kita naik ojek pangkalan. Awalnya kita cuma menyebut nama “Cilember”. Mereka langsung mengiyakan dan pasang tarif Rp 15.000. Lumayan murah juga, pikirku. Tanpa pikir panjang, kita langsung naik.

Ternyata, ada miskomunikasi: opang kira, kita mau ke kampung Cilember. Lalu bapak ojeknya memastikan lagi, apakah kita mau ke kampung Cilember atau Curug Cilember. Kita jawab ke Curug Cilember. Dia pasang tarif yang berbeda lagi, yaitu Rp 25.000, karena jaraknya lebih jauh. Aku yang udah naik ke atas jok motor duluan langsung turun dari motor.

Hampura, ya, teh. Biasanya orang sini kalo mau ke Kampung Cilember cuma nyebut Cilember, teh. Jadi saya kira teteh sama temen mau ke Kampung Cilember sana”, kata bapak ojeknya.

“Iya, nggak apa-apa, pak”, kataku santai. Aku juga nggak nyalahin mereka, karena salah kita juga nggak menyebut nama lokasi yang spesifik.

Setelah nego sebentar, akhirnya kita sepakat bayar Rp 20.000 per orang. Kebetulan, bapak ojek yang aku naiki udah tua renta. Aku jadi nggak tega buat tawar lagi.

naik ojek ke curug cilember
Naik ojek menuju Curug Cilember

Cerita dari Bapak Ojek

Sambil menikmati pemandangan selama perjalanan, bapak ojeknya cerita, kalau masa mudanya ia bekerja sebagai staff hotel selama dua puluh tahun, dan menggerakkan para pekerja hospitality di salah satu daerah Bogor untuk unjuk rasa kenaikan upah di tahun 1986.

Setelah itu, dia berpesan sama aku “Teh, nanti kalo udah nyampe sana jangan berisik, ya”

“Oh, iya, pak. Tenang aja, pak, saya pendiem kok orangnya”, jawabku bercanda.

Bapak ojek terkekeh “Soalnya dulu pernah ada kasus pengunjung cewek yang berisik, ngomong sama temennya sambil teriak-teriak. Habis itu langsung kesurupan, teh

“Oh, gitu ya, pak” jawabku singkat.

“Iya, yang penting mah liburan ga usah aneh-aneh, teh. Dimana-mana yang penting sopan sama jaga ketertiban aja”, pesan bapak ojek dengan logat Sundanya yang kental. Aku hanya manggut-manggut.

Selama sepuluh menit perjalanan, kita sampai di pintu masuk Curug Cilember, dengan tarif Rp 20.000 per orang, setelah nego sebelumnya.

Sampai di Curug Cilember, Lalu Mendaki ke Curug 5

Sesampainya di depan loket, kita langsung beli tiket masuk seharga Rp 28.000 per orang di hari week end.

Memasuki area Curug Cilember, kita disambut keindahan lansekap aliran sungai kecil sepanjang jalan menuju curug. Karena banyak sungai kecil sepanjang jalan, kita berfoto-foto agak lama di sana.

aliran sungai kecil curug cilember
Sungai kecil

Setelah perjalanan selama sepuluh menit, kita sampai di Curug 7, curug yang paling dekat pintu masuk. Sebenarnya, kita cuma mau lihat-lihat aja di sana. Tetapi setelah melihat plang penunjuk Curug 5, kita penasaran buat coba naik ke atas.

Untuk ke Curug 5, kami harus mendaki dengan menaiki tangga batu selama dua puluh menit. Aku semangat banget buat naik ke atas. Tapi lama-kelamaan, aku kecapekan sendiri diantara yang lain. Mungkin karena aku jarang olahraga, atau susah makan akhir-akhir ini. Sedangkan Sabrina dan Lisa kelihatan nggak secapek aku. Mungkin karena mereka udah pernah naik gunung, sedangkan aku belum pernah.

Tapi, rasa capek itu jadi nggak terasa karena mendaki bersama teman-teman, sambil menikmati pemandangan alam. Meski begitu, aku tetap harus hati-hati karena khawatir jatuh ke jurang, karena kadang-kadang aku jalan agak sempoyongan gara-gara kecapekan.

Sampai di Curug 5 Cilember

Sesampainya di Curug 5, ternyata keadaannya nggak seramai di Curug 7, dan mayoritas pengunjungnya itu remaja dan dewasa. Kita juga nggak lihat ada pengunjung anak-anak. Mungkin karena letaknya yang lebih tinggi dan harus naik ke atas dengan waktu yang cukup lama, jadi nggak memungkinkan buat anak-anak berkunjung ke sini.

Meskipun air terjunnya nggak sebesar dan selebar di Curug 7, tapi kami senang bisa menjelajahi curug yang letaknya lebih tinggi. Waktu dan lelah kami akhirnya terbayar dengan pemandangan menyegarkan Curug 5 ini.

curug 5
Air terjun Curug 5

Setelah meletakkan barang-barang kita di atas batu pinggir curug, kita menyempatkan diri buat menikmati pemandangan air terjun: hanya dengan melihat ke air terjun dan bermain air sebentar.

Drama Kompor Camping

Sabrina menyewa kompor camping, panci, dan gas kecil. Lalu, kita menyiapkan alat dan bahan untuk diseduh dan makan. Kita udah kesenangan duluan. Tapi nggak tahu cara pasang gasnya gimana. Alhasil, kita kebingungan di sana.

“Emang lu nggak diajarin dulu cara nyalainnya, Sab?”, tanyaku ke Sabrina karena udah kepalang bingung sehabis coba pasang gas tapi masih takut.

“Enggak. Masa diajarin, Pen?”, kata Sabrina sambil ketawa.

Mau lihat tutorial di Youtube pun susah, karena di atas sana nggak ada sinyal. Kita sampai nunggu tiga puluh menit, demi lihat tutorial cara pasang gas kompor camping di shorts Youtube.

Setelah lihat videonya, Lisa memberanikan diri buat pasang gas. Akhirnya berhasil! Tapi masalah nggak solved di situ aja: apinya nggak nyala karena pemantiknya bermasalah. Jadi, kita memberanikan diri buat pinjam korek api dari warung terdekat.

Setelah pinjam korek api, kita dekatkan korek ke pemantik apinya. Susah banget buat nyalain apinya, karena ketiup angin pun mati lagi. Jadi, kita berusaha nutupin kompor, biar nggak kena angin pas lagi nyalain korek dan pemantiknya. Akhirnya, setelah percobaan yang hampir bikin nyerah, kompor berhasil nyala. Thanks buat Lisa, sang adventurer sejati di VOSAL!

Karena pancinya kecil dan apinya besar, buat masak pun kita harus angkat pancinya agak tinggi, biar air mendidihnya gak meluap dan apinya nggak mati. Pegal, sih. Tapi, ya, dinikmati aja.

masak di curug 5
Masak mie di Curug 5
photo by Sabrina

Disana, kita makan mie dan menikmati minuman sachet masing-masing yang kita bawa. Aku bawa susu jahe, minuman favorit aku di kala udara dingin, apa lagi sambil menikmati air terjun. Keindahan alam yang diiringi semilir angin, dan aliran air yang jernih terasa nikmat sambil menyeruput susu jahe

Berfoto di Curug 5 Cilember

Setelah kenyang makan dan minum, kita mencoba berfoto di sana. Kami bertiga mencoba naik, tapi karena aku orangnya kaku, aku sering kepeleset pas menginjak batu. Terhitung udah empat kali aku terpeleset, dan akhirnya malas naik ke air terjun lagi. Jadi, aku hanya bantu mereka foto-foto saja.

Air cipratan air terjun menyebar kemana-mana. Makanya kita agak kesusahan untuk berfoto di sana, apa lagi kalau pakai tripod. Jadi, aku pakai waterproof hape, biar nggak basah. Tapi, hasil fotonya kurang memuaskan, karena waterproof hape yang aku pakai bikin foto terlihat buram karena berembun. Meskipun begitu, kita puas menikmati alam di Curug 5 Cilember ini.

Setelah jam empat sore, kita turun untuk pulang. Tapi, rasanya nggak lengkap kalau kita nggak ke Curug 7, curug yang tadi kita lewati. Jadi, kita menyempatkan diri untuk ke Curug 7 juga.

Bersambung

Sumber:

https://travel.kompas.com/read/2022/02/20/121611627/curug-cilember-bogor-pesona-tujuh-air-terjun-dan-hutan-pinus?page=all

https://megamendung.digitaldesa.id/wisata/curug-7-cilember

https://disbudpar.bogorkab.go.id/curug-cilember-pesona-tujuh-air-terjun-dan-perbukitan

2 Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *